Laman

Selasa, 22 Mei 2012

Sukhoi dan Gerbang Mistis Gunung Salak



Jakarta - Penyebab Sukhoi Superjet 100 menabrak tebing Gunung Salak dan jatuh ke jurang masih tanda tanya. Berbagai spekulasi mulai dari pilot Alexander Yablonstev tak mengetahui medan, hingga kabut tebal diduga menjadi penyebabnya. Namun dari sisi mistis, paranorma Ki Gendeng Pamungkas menyebut Sukhoi masuk ke pintu gerbang dunia lain di Gunung Salak.

Bagi masyarakat Sunda Wiwitan, lereng Gunung Salak merupakan tempat terakhir pendiri Kerajaan Padjajaran Prabu Siliwangi. Ki Gendeng Pamungkas yang pernah bergaul dengan warga setempat selama 5 tahun pun yakin dengan adanya dua dunia di Gunung Salak.


Menurutnya, Gunung Salak mempunyai daya mistis dan magis yang kuat ketimbang gunung-gunung lainnya yang ada di Indonesia. Dan hampir seluruh paranormal di Indonesia yang pernah melakukan meditasi di gunung setinggi 7.152 kaki ini menyatakan hal serupa.


Pria unik pemilik nama Isanmassardi ini pun menceritakan pengalamannya selama membaur dan meditasi di gunung yang sudah menjadi 'kuburan' beberapa pesawat tersebut.


"Waktu itu saya pernah mengunjungi Gunung Salak untuk melakukan spiritual bersama rombongan paranormal Pak Harto. Nah pas saya lewat jalan akan ketempat itu, 50 meter kita lewat jalan blank spot, kita sperti berada di dua alam. Ternyata jalan yang kita lewati itu di forbidden. Kita lalu meditasi sebentar, ternyata jalan setapak itu ada gerbang kerajaan, maka itu kita seperti tersesat," tutur Ki Pamungkas berbagi cerita pengalamannya kepada CentroOne.com, Senin (14/5/2012).


Dari pandangan spiritual, Ki Pamungkas melihat jika jatuhnya pesawat Sukhoi pada Rabu 9 Mei 2012 lantaran blank spot kabut. Apalagi jalur yang dilalui pesawat naas tersebut disebutnya akses Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan) melakukan perjalanan ke Pelabuhan Ratu untuk menyembuhkan penyakit koreng yang dideritanya kala itu.


"Itu (Pesawat Sukhoi) udah masuk ruang hampa, ada ruang yang aneh. Area blank spot, area itu seperti ruang hampa. Pas waktu (kejadian jatuhnya peswat Sukhoi) itu juga ada semacam dari kayangan itu turun," terang Ki Pamungkas.


Ketika terjadi kecelakaan, menurut mata batin Ki Pamungkas, di sekitar gunung Salak, tepatnya di Kawah Ratu, terjadi pertemuan lelembut (makhluk halis) se-Jawa Barat. Tak aneh jika kemistisan Gunung Salak disebut Ki Pamungkas sebagai tenggorokan sipiritual lain.


Selain itu, Ki Pamungkas menyebut Gunung Salak sebagai barometer negara mengetahui cuaca di Jakarta. Jika pukul 06.00-09.00 WIB Gunung Salak kabutnya tipis, maka Bogor dan Jakarta akan turun hujan ringan. Namun jika di waktu yang sama terlihat kabut tebal, maka kedua kota ini akan hujan deras.


"Musibah bisa juga dilihat dari Gunung Salak. Misalnya kalau di awan ada garis putih bekas asap motor, kalau ada seperti itu ada pengelola negara atau pejabat negara yang meninggal, kaya kemarin pas Wamen SDM sama Menkes meninggal itu di Gunung Salak ada seperti itu," imbuhnya.


Selain itu, dari mata batin para spiritual, Gunung Salak bukan memiliki 3 puncak, melainkan 9, yang artinya ada 9 kekuatan spiritual. Sementara Gunung Gede 7 kekuatan spiritual, Gunung Pangrango 5 kekuatan spiritual.


"Gunung Salak itu lebih misteri dari gunung mana pun. Galunggung itu paru-parunya, kalau perutnya Gunung Merapi," jelas dia.


Untuk proses evakuasi korban pun dikatakan dia tidak bisa sembarangan. Menurut Ki Pamungkas, ada syarat yang harus dipenuhi untuk menemukan titik-titk korban berada dan agar proses evakuasi berjalan lancar. Seperti halnya untuk saat ini, proses evakuasi korban akhirnya bisa dilakukan setelah Jumat pagi, setelah Tim SAR dan para sesepuh membuat semacam selamatan tumpengan nasi kuning agar bisa cepat dipertemukan titik lokasi korban.


Syaratnya bukan hanya itu, nasi kuning tersebut harus diantar oleh para sesepuh ke tempat lokasi jatuhnya pesawat. Tiga orang sesepuh bersama Tim SAR melakukan prosesi tersebut. Setelah melakukan pembacaan doa, semacam tahlilan, ketiga sesepuh tersebut mengatarkan ke lokasi jatuhnya pesawat.


Setelah dilakukan prosesi ritual tersebut, cuaca di sekitar Gunung Salak kembali cerah. Sejak Minggu 13 Mei pagi puncak dan lereng gunung hingga sore hari tidak tertutupi kabut. Proses evakuasi pun akhirnya berjalan lancar, korban mulai dievakuasi melalui jalur udara sejak Minggu.


Meski demikian, untuk proses menemukan korban, Ki Pamungkas melihat tak akan mulus. Menurutnya, tak seluruh penumpang akan berhasil ditemukan oleh Tim SAR. Dia memperkirakan hanya hanya sekitar 30 hingga 35 jenazah saja yang bisa diangkut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar